Sabtu, 09 November 2013

REMAJA LABIL

Remaja berada pada periode perkembangan yang banyak mengalami masalah pertumbuhan dan perkembangan khususnya menyangkut dengan penyesuaian diri terhadap tuntutan lingkungan dan masyarakat serta orang dewasa. Masalah yang sering terjadi pada perkembangan intelektual dan emosional remaja adalah ketidakseimbangan antara keduanya. Kemampuan intelektual mereka telah dirangsang sejak awal melalui berbagai macam sarana dan prasarana yang disiapkan di rumah dan di sekolah dengan berbagai media.
Pembelajaran kadang tidak selalu disukai oleh peserta didiknya, sehingga banyak tujuan pembelajaran yang tidak tercapai. Ini dilatarbelakangi oleh kurangnya pemahaman dari sang pendidik akan perkembangan emosi dan jiwa peserta didiknya, khususnya remaja. Sebab, dalam usia remaja perubahan emosi dan psikologis sangat pesat sekali.
Gejala- gejala emosi para remaja seperti perasaan sayang, marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai pendidik mengetahui setiap aspek tersebut dan hal yang lain merupakan sesuatu yang terbaik sehingga perkembangan remaja sebagai peserta didik berjalan dengan normal tanpa ada mengalami gangguan.
Tanpa adanya pemahaman terhadap perkembangan emosi jiwa remaja ini, sang pendidik kemungkinan besar akan mengulangi kesalahan dengan memberikan pembelajaran yang tidak sesuai dengan kondisi perubahan yang ada pada diri remaja.


PART 2
Masa remaja adalah periode antara masa kanak-kanak dan dewasa diliputi oleh perubahan dalam perkembangan fisik, psikologis, dan sosial. Perubahan ini membuat periode ini memerlukan waktu penyesuaian yang relative lama. Menurut Pusat Nasional untuk Statistik Kesehatan, ada lebih dari 13.000 kematian remaja di Amerika Serikat setiap tahun. Sekitar 70% dari kematian tersebut adalah akibat kecelakaan kendaraan bermotor, cedera yang tidak disengaja, pembunuhan, dan bunuh diri. Hasil dari Survei Risiko Perilaku Pemuda Nasional (YRBS) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa remaja terlibat dalam perilaku yang meningkatkan kemungkinan mereka meninggal atau sakit dengan mengendarai kendaraan setelah minum atau tanpa sabuk pengaman, membawa senjata, dengan menggunakan zat ilegal, dan terlibat dalam hubungan seks tanpa pengaman mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit menular seksual, termasuk infeksi HIV. Statistik ini menggarisbawahi pentingnya memahami pengambilan tindakan yang penuh risiko dan perilaku pada remaja.
Masa remaja merupakan saat reaktivitas emosional meningkat. Selama periode ini, lingkungan sosial berubah sehingga lebih banyak waktu yang dihabiskan dengan teman sebaya dibandingkan orang dewasa, dan lebih banyak konflik timbul antara remaja dengan remaja maupun dengan orang tua. Perubahan dalam interaksi sosial dapat mempengaruhi munculnya reaktivitas emosional. Reaktivitas emosional yang lebih besar dan sensitivitas selama masa remaja berperan dalam gangguan afektif selama masa perkembangan
Sejumlah hipotesis kognitif dan neurobiologis telah tetapkan untuk menjelaskan mengapa remaja terlibat dalam perilaku pilihan suboptimal. Dalam review terbaru dari literatur tentang perkembangan otak manusia remaja, Yurgelun-Todd menunjukkan bahwa perkembangan kognitif selama masa remaja dikaitkan dengan efisiensi semakin besar kontrol kognitif dan afektif modulasi. Peningkatan aktivitas di daerah prefrontal sebagai indikasi pematangan dan aktivitas berkurang di daerah otak tidak relevan yang digambarkan sebagai penjelasan neurobiologis untuk perubahan perilaku yang berhubungan dengan remaja. Ini merupakan pola umum, kontrol kognitif lebih baik dan regulasi emosi dengan pematangan korteks prefrontal, menunjukkan peningkatan linier dalam pembangunan sejak kecil hingga dewasa.
Neuroimaging : Studi Pembangunan Otak Manusia
  • Studi MRI Pembangunan Otak Manusia
Beberapa studi telah menggunakan MRI struktural untuk memetakan perkembangan otak normal. Seperti yang kita tahu bahwa otak memiliki materi putih dan materi abu-abu. Meskipun otak mencapai sekitar 90% dari ukuran dewasa pada usia enam, subkomponen materi abu-abu dan putih otak terus mengalami perubahan dinamis sepanjang masa remaja. Data dari studi MRI longitudinal yang menunjukkan bahwa perubahan volume materi abu-abu dari waktu ke waktu memiliki pola berbentuk U terbalik dan memiliki variasi regional yang lebih besar dari materi putih. Studi MRI menunjukkan hilangnya materi abu-abu kortikal pertama di daerah sensorimotor utama, yang diikuti dengan korteks prefrontal. Materi abu-abu ini terkait dengan berpikir “sadar”.                    Dikatakan selama masa remaja sistem limbik adalah sistem pertama yang materi abu-abu nya berkembang.  Sistem limbik, yang sering disebut sebagai “otak emosional”, ditemukan terkubur di dalam otak besar. Sistem ini berisi thalamus, hypothalamus, amygdala, dan hippocampus.
Sistem limbik merupakan struktur otak manusia  yang mendukung berbagai fungsi termasuk emosi, perilaku, memori jangka panjang, dan penciuman yang masih mengedepankan emosi.  Bersamaan dengan perubahan hormonal, dominasi sistem limbik  membuat gejolak emosi lebih intens, misalnya kemarahan, ketakutan, agresi, kegembiraan dan daya tarik seksual. Sedangkan bagian yang terakhir yang di liputi materi abu-abu adalah korteks prefrontal. Kortek prefrontal  adalah fungsi eksekutif yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara pikiran yang saling bertentangan, menentukan baik dan buruk, lebih baik dan terbaik, yang sama dan berbeda, prediksi hasil, harapan berdasarkan tindakan, dan kontrol sosial) yang mengolah informasi secara rasional.
  • Studi DTI Pembangunan Otak Manusia
DTI, dapat memeriksa peran saluran materi putih tertentu dalam perkembangan otak dan perilaku. Meneliti saluran materi putih dapat mempelajari jalur konektivitas di otak, dan mungkin melalui jalur ini, informasi dapat berjalan dari satu daerah otak yang lain. Studi neuroimaging yang mengaitkan perkembangan materi putih saluran serat dengan perbaikan dalam kemampuan kognitif dengan usia. Saluran materi putih antara ganglia basal dan prefrontal-saluran serat posterior terus berkembang di masa kanak-kanak menjadi dewasa, tetapi hanya saluran antara korteks prefrontal dan basal ganglia yang berkorelasi dengan kontrol impuls, yang diukur dengan kinerja. Dalam perkembangan studi DTI, langkah-langkah saluran serat yang berkorelasi dengan usia, tetapi spesifisitas saluran serat tertentu dengan kinerja kognitif yang ditunjukkan dengan memisahkan saluran tertentu.

PART 3
Masa remaja adalah masa yang galau, labil ataupun alay. Ada begitu banyak istilah-istilah aneh yang disematkan untuk para remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Di dalam otak dan kepalanya, para remaja ini mengalami beberapa perubahan yang perlu diperhatikan.
Perubahan-perubahan ini dapat menjelaskan perilaku remaja yang acapkali penuh drama, tak rasional dan agresif tanpa alasan yang jelas. Di sisi lain, para remaja ini juga memiliki kebutuhan yang besar akan kebebasan dan kasih sayang. Memang setelah bayi, pertumbuhan otak yang paling drastis terjadi pada masa remaja.
Berikut adalah 10 perubahan yang terjadi pada otak para remaja:
  • Otak Sedang Dalam Tahap Perkembangan
Usia remaja kebanyakan ditentukan pada rentang usia antara 11 - 19 tahun. Masa-masa ini dianggap sebagai masa kritis pembangunan. Ketika melalui masa pertumbuhan ini, ketrampilan kognitif dan kemampuan baru akan muncul. "Otak terus berubah sepanjang waktu, tetapi ada lompatan besar dalam perkembangannya ketika memasuki masa remaja. orangtua harus memahami bahwa meskipun anaknya tumbuh besar, pada tahap ini remaja masih berada dalam masa perkembangan yang akan mempengaruhi kehidupannya selanjutnya," kata Sara Johnson, asisten profesor di Sekolah Johns Hopkins Bloomberg of Public Health.
  • Otak Mulai Mekar
Pada bayi, otak mengalami pertumbuhan koneksi yang amat besar. Namun ketika memasuki usia 3 tahun, beberapa sambungan tersebut kemudian dipangkas agar lebih lebih efisien. Tetapi temuan yang diterbitkan jurnal Nature Neuroscience menegaskan bahwa ledakan pertumbuhan saraf terjadi untuk kedua kalinya tepat menjelang pubertas. Puncaknya adalah saat usia sekitar 11 tahun untuk anak perempuan dan 12 tahun untuk anak laki-laki. Perkembangan ini diperkirakan terus berlanjut hingga usia 25 tahun. Beberapa perubahan kecil juga tetap berlangsung seumur hidup.
  • Memiliki Kemampuan Berpikir yang Baru
Karena meningkatnya sambungan saraf, otak remaja jadi lebih efektif dalam mengolah informasi. Remaja mulai memiliki kemampuan komputasi dan belajar mengambil keputusan layaknya orang dewasa. Sayangnya, remaja masih terlalu dipengaruhi oleh emosi karena otaknya lebih mengandalkan sistem limbik yang mengedepankan emosi ketimbang korteks prefrontal yang mengolah informasi secara rasional.
  • Rewel Kepada Orangtua
Remaja berada di tengah kesenangan memperoleh keterampilan baru yang luar biasa, terutama yang berkaitan dengan perilaku sosial dan pemikiran abstrak. Tapi karena belum pandai menggunakan, remaja harus melakukan percobaan. Terkadang orangtuanya sendiri dijadikan sebagai kelinci percobaan. Banyak remaja melihat konflik sebagai sarana untuk mengekspresikan diri dan mengalami kesulitan untuk berfokus pada hal-hal abstrak atau memahami sudut pandang orang lain. Pada dasarnya remaja masih membutuhkan orangtuanya dengan kematangan emosional agar membantunya tetap tenang.
  • Gejolak Emosi yang Intens
Masa pubertas merupakan awal dari perubahan besar dalam sistem limbik, yaitu bagian otak yang tidak hanya membantu mengatur detak jantung dan kadar gula darah, tetapi juga penting untuk membentuk memori dan emosi. Selama masa remaja, sistem limbik lebih banyak mendominasi dibandingkan korteks prefrontal yang berhubungan dengan kemampuan perencanaan, pengendalian dorongan dan daya nalar yang lebih tinggi. Bersamaan dengan perubahan hormonal, dampak dominasi sistem limbik ini membuat emosi yang dialami terasa lebih intens, misalnya kemarahan, ketakutan, agresi, kegembiraan dan daya tarik seksual.
  • Sangat Memperhatikan Kata Teman
Karena remaja mulai mampu berpikir abstrak, kecemasan sosialnya pun meningkat. Demikian menurut penelitian yang dimuat jurnal Annals of New York Academy of Sciences. Penalaran yang abstrak memungkinkan remaja memperhatikan bagaimanakah dirinya dilihat oleh orang lain. Remaja dapat menggunakan keterampilan baru untuk memikirkan apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya. Itulah mengapa remaja sangat mendengarkan pendapat temannya. Namun di sisi lain, teman juga membantu para remaja mempelajari keterampilan baru seperti negosiasi, kompromi dan perencanaan kelompok.
  • Tak Pandai Mengukur Risiko
Kewaspadaan remaja bisa dibilang lambat bergarak karena dominasi sistem limbik yang mengedepankan emosi. Akibatnya remaja memiliki toleransi risiko yang lebih tinggi dibanding orang dewasa. Secara keseluruhan, perubahan ini dapat membuat remaja rentan terlibat perilaku berisiko seperti mencoba narkoba, terlibat perkelahian atau perilaku lain yang tidak aman.
  • Membutuhkan Figur Orangtua
Sebuah survei terhadap remaja mengungkapkan bahwa 84 persen remaja memikirkan ibunya dan 89 persen memikirkan ayahnya. Lebih dari tiga perempat remaja suka menghabiskan waktu bersama orangtuanya. Sebanyak 79 persen senang bercengkrama dengan ibu dan 76 persen dengan ayah. Remaja masih membutuhkan orangtuanya untuk mempelajari bagaimanakah hidup mandiri dan menyiapkan diri untuk membentuk rumah tangganya sendiri.
  • Butuh Tidur Lebih Banyak
Mitosnya adalah remaja lebih banyak membutuhklan waktu tidur ketimbang saat masih kanak-kanak. Namun sebenarnya kebanyakan masalah tidur yang dialami remaja adalah pergeseran ritme sirkadian selama masa remaja. Remaja cenderung bangun siang namun terjaga sampai larut malam. Ditambah banyaknya kegiatan, banyak remaja akhirnya sampai kurang tidur. Akibatnya dapat memperburuk pengambilan keputusan. Tidur yang cukup dapat membantu otak remaja bekerja lebih optimal.
  • Narsis
Perubahan hormon saat pubertas berdampak besar bagi otak, salah satunya adalah memacu reseptor oksitosin diproduksi lebih banyak. Oksitosin meningkatkan kepekaan sistem limbik dan berkaitan dengan perasaan kesadaran diri, sehingga membuat remaja merasa seolah-olah ada orang yang mengawasi Hal ini mungkin membuat remaja jadi tampak egois. Di sisi lain, perubahan hormon dalam otak remaja ini juga dapat membuat remaja menjadi lebih idealis. Sampai otaknya berkembang untuk menghadapi isu-isu yang bersifat abu-abu, remaja cenderung berpikir secara sepihak.

PART 4
Saat seseorang memasuki usia remaja, biasanya emosinya akan labil atau berubah-ubah. Perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial. Ketika sedang kesal karena sesuatu, beberapa dari mereka akan meluapkan rasa emosinya. Sangat jarang para remaja yang mampu mengendalikan emosinya itu. Jika si anak mulai memasuki masa remajanya, maka sebagai orangtua Anda harus bisa menjalin komunikasi yang baik dengannya. Jangan malah membiarkan si anak ketika mereka sedang emosi.
Ada beberapa cara jitu untuk mengatasi emosi para remaja. Apa saja? Dilansir dari Timesofindia.Indiatimes.com, inilah 4 cara mengatasi emosi para remaja:
  • Kenali dulu gejalanya
Emosi remaja harus diatasi dan diawasi sejak awal. Anak-anak yang sudah menunjukkan tanda-tanda buruk, seperti suka berbohong, suka jahat pada temannya, berkata kasar, lain tindakan kasar lainnya itu harus segera dinasihati. Untuk menasihatinya, Anda disarankan agar berbicara baik-baik kepadanya. Berikanlah penjelasan yang baik untuknya demi masa depan si anak.
  • Meredam emosinya
Ketika si anak marah, mereka bisa akan melakukan tindakan yang bisa membahayakan orang lain atau dirinya sendiri. Ketika hal tersebut terjadi, orangtua harus memberikan perhatian penuh pada anak. Selain itu, Anda juga harus mampu meredam emosinya dengan cara menenangkannya.
  • Mengawasi perilakunya
Orangtua harus bisa mengawasi perilaku dan pergaulan mereka. Anda disarankan agar selalu memperhatikan teman-temannya dan kegiatan apa yang biasa dilakukannya di rumah. Selain itu, orangtua juga harus membangun hubungan yang baik dan dekat dengan anak-anaknya. Tujuannya adalah agar si anak tidak berani melakuakn hal-hal yang bisa membahayakan dirinya atau orang lain.
  • Mengatasi akar masalahnya
Terkadang emosi anak berasal dari hal-hal yang terpendam. Misalnya, ketidaknyamanannya berada di kelas, sering diejek oleh teman-temannya, dan hal lainnya. Hal tersebut bisa saja membuat mereka jadi malas pergi ke sekolah, mudah marah, dan berkata kasar. Untuk itu, sebagai orangtua Anda disarankan agar mengenali dan memahami si anak. Selain itu, sabar juga untuk menggali akar masalah yang membuat anak bertindak buruk.

Itulah cara tepat mengatasi emosi remaja. Seorang anak tak mungkin bersikap kasar atau marah berlebihan tanpa alasan. Untuk itu, sebagai orangtua Anda harus selalu mengawasinya dan menjalin komunikasi yang baik ddengan mereka agar bisa mengatasi emosinya.
Sumber      : Internet

Tidak ada komentar:

Posting Komentar