Remaja
berada pada periode perkembangan yang banyak mengalami masalah
pertumbuhan dan perkembangan khususnya menyangkut dengan penyesuaian
diri terhadap tuntutan lingkungan dan masyarakat serta orang dewasa.
Masalah yang sering terjadi pada perkembangan intelektual dan emosional
remaja adalah ketidakseimbangan antara keduanya. Kemampuan intelektual
mereka telah dirangsang sejak awal melalui berbagai macam sarana dan
prasarana yang disiapkan di rumah dan di sekolah dengan berbagai media.
Pembelajaran
kadang tidak selalu disukai oleh peserta didiknya, sehingga banyak
tujuan pembelajaran yang tidak tercapai. Ini dilatarbelakangi oleh
kurangnya pemahaman dari sang pendidik akan perkembangan emosi dan jiwa
peserta didiknya, khususnya remaja. Sebab, dalam usia remaja perubahan
emosi dan psikologis sangat pesat sekali.
Gejala-
gejala emosi para remaja seperti perasaan sayang, marah, takut, bangga
dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu
dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai pendidik mengetahui setiap
aspek tersebut dan hal yang lain merupakan sesuatu yang terbaik sehingga
perkembangan remaja sebagai peserta didik berjalan dengan normal tanpa
ada mengalami gangguan.
Tanpa
adanya pemahaman terhadap perkembangan emosi jiwa remaja ini, sang
pendidik kemungkinan besar akan mengulangi kesalahan dengan memberikan
pembelajaran yang tidak sesuai dengan kondisi perubahan yang ada pada
diri remaja.
PART 2
Masa
remaja adalah periode antara masa kanak-kanak dan dewasa diliputi oleh
perubahan dalam perkembangan fisik, psikologis, dan sosial. Perubahan
ini membuat periode ini memerlukan waktu penyesuaian yang relative lama.
Menurut Pusat Nasional untuk Statistik Kesehatan, ada lebih dari 13.000
kematian remaja di Amerika Serikat setiap tahun. Sekitar 70% dari
kematian tersebut adalah akibat kecelakaan kendaraan bermotor, cedera
yang tidak disengaja, pembunuhan, dan bunuh diri. Hasil dari Survei
Risiko Perilaku Pemuda Nasional (YRBS) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa
remaja terlibat dalam perilaku yang meningkatkan kemungkinan mereka
meninggal atau sakit dengan mengendarai kendaraan setelah minum atau
tanpa sabuk pengaman, membawa senjata, dengan menggunakan zat ilegal,
dan terlibat dalam hubungan seks tanpa pengaman mengakibatkan kehamilan
yang tidak diinginkan dan penyakit menular seksual, termasuk infeksi
HIV. Statistik ini menggarisbawahi pentingnya memahami pengambilan
tindakan yang penuh risiko dan perilaku pada remaja.
Masa
remaja merupakan saat reaktivitas emosional meningkat. Selama periode
ini, lingkungan sosial berubah sehingga lebih banyak waktu yang
dihabiskan dengan teman sebaya dibandingkan orang dewasa, dan lebih
banyak konflik timbul antara remaja dengan remaja maupun dengan orang
tua. Perubahan dalam interaksi sosial dapat mempengaruhi munculnya
reaktivitas emosional. Reaktivitas emosional yang lebih besar dan
sensitivitas selama masa remaja berperan dalam gangguan afektif selama
masa perkembangan
Sejumlah
hipotesis kognitif dan neurobiologis telah tetapkan untuk menjelaskan
mengapa remaja terlibat dalam perilaku pilihan suboptimal. Dalam review
terbaru dari literatur tentang perkembangan otak manusia remaja,
Yurgelun-Todd menunjukkan bahwa perkembangan kognitif selama masa remaja
dikaitkan dengan efisiensi semakin besar kontrol kognitif dan afektif
modulasi. Peningkatan aktivitas di daerah prefrontal sebagai indikasi
pematangan dan aktivitas berkurang di daerah otak tidak relevan yang
digambarkan sebagai penjelasan neurobiologis untuk perubahan perilaku
yang berhubungan dengan remaja. Ini merupakan pola umum, kontrol
kognitif lebih baik dan regulasi emosi dengan pematangan korteks
prefrontal, menunjukkan peningkatan linier dalam pembangunan sejak kecil
hingga dewasa.
Neuroimaging : Studi Pembangunan Otak Manusia
- Studi MRI Pembangunan Otak Manusia
Beberapa
studi telah menggunakan MRI struktural untuk memetakan perkembangan
otak normal. Seperti yang kita tahu bahwa otak memiliki materi putih dan
materi abu-abu. Meskipun otak mencapai sekitar 90% dari ukuran dewasa
pada usia enam, subkomponen materi abu-abu dan putih otak terus
mengalami perubahan dinamis sepanjang masa remaja. Data dari studi MRI
longitudinal yang menunjukkan bahwa perubahan volume materi abu-abu dari
waktu ke waktu memiliki pola berbentuk U terbalik dan memiliki variasi
regional yang lebih besar dari materi putih. Studi MRI menunjukkan
hilangnya materi abu-abu kortikal pertama di daerah sensorimotor utama,
yang diikuti dengan korteks prefrontal. Materi abu-abu ini terkait dengan berpikir “sadar”.
Dikatakan selama masa remaja sistem limbik adalah sistem pertama yang
materi abu-abu nya berkembang. Sistem limbik, yang sering disebut
sebagai “otak emosional”, ditemukan terkubur di dalam otak besar. Sistem
ini berisi thalamus, hypothalamus, amygdala, dan hippocampus.
Sistem limbik merupakan struktur otak manusia yang mendukung berbagai fungsi termasuk emosi, perilaku, memori jangka panjang, dan penciuman yang masih mengedepankan emosi. Bersamaan dengan perubahan hormonal, dominasi sistem limbik membuat gejolak emosi lebih intens,
misalnya kemarahan, ketakutan, agresi, kegembiraan dan daya tarik
seksual. Sedangkan bagian yang terakhir yang di liputi materi abu-abu
adalah korteks prefrontal. Kortek prefrontal adalah
fungsi eksekutif yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan
antara pikiran yang saling bertentangan, menentukan baik dan buruk,
lebih baik dan terbaik, yang sama dan berbeda, prediksi hasil, harapan
berdasarkan tindakan, dan kontrol sosial) yang mengolah informasi secara rasional.
- Studi DTI Pembangunan Otak Manusia
DTI,
dapat memeriksa peran saluran materi putih tertentu dalam perkembangan
otak dan perilaku. Meneliti saluran materi putih dapat mempelajari jalur
konektivitas di otak, dan mungkin melalui jalur ini, informasi dapat
berjalan dari satu daerah otak yang lain. Studi neuroimaging yang
mengaitkan perkembangan materi putih saluran serat dengan perbaikan
dalam kemampuan kognitif dengan usia. Saluran materi putih antara
ganglia basal dan prefrontal-saluran serat posterior terus berkembang di
masa kanak-kanak menjadi dewasa, tetapi hanya saluran antara korteks
prefrontal dan basal ganglia yang berkorelasi dengan kontrol impuls,
yang diukur dengan kinerja. Dalam perkembangan studi DTI,
langkah-langkah saluran serat yang berkorelasi dengan usia, tetapi
spesifisitas saluran serat tertentu dengan kinerja kognitif yang
ditunjukkan dengan memisahkan saluran tertentu.
PART 3
Masa
remaja adalah masa yang galau, labil ataupun alay. Ada begitu banyak
istilah-istilah aneh yang disematkan untuk para remaja yang sedang dalam
masa pencarian jati diri. Di dalam otak dan kepalanya, para remaja ini
mengalami beberapa perubahan yang perlu diperhatikan.
Perubahan-perubahan
ini dapat menjelaskan perilaku remaja yang acapkali penuh drama, tak
rasional dan agresif tanpa alasan yang jelas. Di sisi lain, para remaja
ini juga memiliki kebutuhan yang besar akan kebebasan dan kasih sayang.
Memang setelah bayi, pertumbuhan otak yang paling drastis terjadi pada
masa remaja.
Berikut adalah 10 perubahan yang terjadi pada otak para remaja:
- Otak Sedang Dalam Tahap Perkembangan
Usia
remaja kebanyakan ditentukan pada rentang usia antara 11 - 19 tahun.
Masa-masa ini dianggap sebagai masa kritis pembangunan. Ketika melalui
masa pertumbuhan ini, ketrampilan kognitif dan kemampuan baru akan
muncul. "Otak terus berubah sepanjang waktu, tetapi ada lompatan besar
dalam perkembangannya ketika memasuki masa remaja. orangtua harus
memahami bahwa meskipun anaknya tumbuh besar, pada tahap ini remaja
masih berada dalam masa perkembangan yang akan mempengaruhi kehidupannya
selanjutnya," kata Sara Johnson, asisten profesor di Sekolah Johns
Hopkins Bloomberg of Public Health.
- Otak Mulai Mekar
Pada
bayi, otak mengalami pertumbuhan koneksi yang amat besar. Namun ketika
memasuki usia 3 tahun, beberapa sambungan tersebut kemudian dipangkas
agar lebih lebih efisien. Tetapi temuan yang diterbitkan jurnal Nature
Neuroscience menegaskan bahwa ledakan pertumbuhan saraf terjadi untuk
kedua kalinya tepat menjelang pubertas. Puncaknya adalah saat usia
sekitar 11 tahun untuk anak perempuan dan 12 tahun untuk anak laki-laki.
Perkembangan ini diperkirakan terus berlanjut hingga usia 25 tahun.
Beberapa perubahan kecil juga tetap berlangsung seumur hidup.
- Memiliki Kemampuan Berpikir yang Baru
Karena
meningkatnya sambungan saraf, otak remaja jadi lebih efektif dalam
mengolah informasi. Remaja mulai memiliki kemampuan komputasi dan
belajar mengambil keputusan layaknya orang dewasa. Sayangnya, remaja
masih terlalu dipengaruhi oleh emosi karena otaknya lebih mengandalkan
sistem limbik yang mengedepankan emosi ketimbang korteks prefrontal yang
mengolah informasi secara rasional.
- Rewel Kepada Orangtua
Remaja
berada di tengah kesenangan memperoleh keterampilan baru yang luar
biasa, terutama yang berkaitan dengan perilaku sosial dan pemikiran
abstrak. Tapi karena belum pandai menggunakan, remaja harus melakukan
percobaan. Terkadang orangtuanya sendiri dijadikan sebagai kelinci
percobaan. Banyak remaja melihat konflik sebagai sarana untuk
mengekspresikan diri dan mengalami kesulitan untuk berfokus pada hal-hal
abstrak atau memahami sudut pandang orang lain. Pada dasarnya remaja
masih membutuhkan orangtuanya dengan kematangan emosional agar
membantunya tetap tenang.
- Gejolak Emosi yang Intens
Masa
pubertas merupakan awal dari perubahan besar dalam sistem limbik, yaitu
bagian otak yang tidak hanya membantu mengatur detak jantung dan kadar
gula darah, tetapi juga penting untuk membentuk memori dan emosi. Selama
masa remaja, sistem limbik lebih banyak mendominasi dibandingkan
korteks prefrontal yang berhubungan dengan kemampuan perencanaan,
pengendalian dorongan dan daya nalar yang lebih tinggi. Bersamaan dengan
perubahan hormonal, dampak dominasi sistem limbik ini membuat emosi
yang dialami terasa lebih intens, misalnya kemarahan, ketakutan, agresi,
kegembiraan dan daya tarik seksual.
- Sangat Memperhatikan Kata Teman
Karena
remaja mulai mampu berpikir abstrak, kecemasan sosialnya pun meningkat.
Demikian menurut penelitian yang dimuat jurnal Annals of New York
Academy of Sciences. Penalaran yang abstrak memungkinkan remaja
memperhatikan bagaimanakah dirinya dilihat oleh orang lain. Remaja dapat
menggunakan keterampilan baru untuk memikirkan apa yang orang lain
pikirkan tentang dirinya. Itulah mengapa remaja sangat mendengarkan
pendapat temannya. Namun di sisi lain, teman juga membantu para remaja
mempelajari keterampilan baru seperti negosiasi, kompromi dan
perencanaan kelompok.
- Tak Pandai Mengukur Risiko
Kewaspadaan
remaja bisa dibilang lambat bergarak karena dominasi sistem limbik yang
mengedepankan emosi. Akibatnya remaja memiliki toleransi risiko yang
lebih tinggi dibanding orang dewasa. Secara keseluruhan, perubahan ini
dapat membuat remaja rentan terlibat perilaku berisiko seperti mencoba
narkoba, terlibat perkelahian atau perilaku lain yang tidak aman.
- Membutuhkan Figur Orangtua
Sebuah
survei terhadap remaja mengungkapkan bahwa 84 persen remaja memikirkan
ibunya dan 89 persen memikirkan ayahnya. Lebih dari tiga perempat remaja
suka menghabiskan waktu bersama orangtuanya. Sebanyak 79 persen senang
bercengkrama dengan ibu dan 76 persen dengan ayah. Remaja masih
membutuhkan orangtuanya untuk mempelajari bagaimanakah hidup mandiri dan
menyiapkan diri untuk membentuk rumah tangganya sendiri.
- Butuh Tidur Lebih Banyak
Mitosnya
adalah remaja lebih banyak membutuhklan waktu tidur ketimbang saat
masih kanak-kanak. Namun sebenarnya kebanyakan masalah tidur yang
dialami remaja adalah pergeseran ritme sirkadian selama masa remaja.
Remaja cenderung bangun siang namun terjaga sampai larut malam. Ditambah
banyaknya kegiatan, banyak remaja akhirnya sampai kurang tidur.
Akibatnya dapat memperburuk pengambilan keputusan. Tidur yang cukup
dapat membantu otak remaja bekerja lebih optimal.
- Narsis
Perubahan
hormon saat pubertas berdampak besar bagi otak, salah satunya adalah
memacu reseptor oksitosin diproduksi lebih banyak. Oksitosin
meningkatkan kepekaan sistem limbik dan berkaitan dengan perasaan
kesadaran diri, sehingga membuat remaja merasa seolah-olah ada orang
yang mengawasi Hal ini mungkin membuat remaja jadi tampak egois. Di sisi
lain, perubahan hormon dalam otak remaja ini juga dapat membuat remaja
menjadi lebih idealis. Sampai otaknya berkembang untuk menghadapi
isu-isu yang bersifat abu-abu, remaja cenderung berpikir secara sepihak.
PART 4
Saat
seseorang memasuki usia remaja, biasanya emosinya akan labil atau
berubah-ubah. Perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan
reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi
sosial. Ketika sedang kesal karena sesuatu, beberapa dari mereka akan
meluapkan rasa emosinya. Sangat jarang para remaja yang mampu
mengendalikan emosinya itu. Jika si anak mulai memasuki masa remajanya,
maka sebagai orangtua Anda harus bisa menjalin komunikasi yang baik
dengannya. Jangan malah membiarkan si anak ketika mereka sedang emosi.
Ada
beberapa cara jitu untuk mengatasi emosi para remaja. Apa saja?
Dilansir dari Timesofindia.Indiatimes.com, inilah 4 cara mengatasi emosi
para remaja:
- Kenali dulu gejalanya
Emosi
remaja harus diatasi dan diawasi sejak awal. Anak-anak yang sudah
menunjukkan tanda-tanda buruk, seperti suka berbohong, suka jahat pada
temannya, berkata kasar, lain tindakan kasar lainnya itu harus segera
dinasihati. Untuk menasihatinya, Anda disarankan agar berbicara
baik-baik kepadanya. Berikanlah penjelasan yang baik untuknya demi masa
depan si anak.
- Meredam emosinya
Ketika
si anak marah, mereka bisa akan melakukan tindakan yang bisa
membahayakan orang lain atau dirinya sendiri. Ketika hal tersebut
terjadi, orangtua harus memberikan perhatian penuh pada anak. Selain
itu, Anda juga harus mampu meredam emosinya dengan cara menenangkannya.
- Mengawasi perilakunya
Orangtua
harus bisa mengawasi perilaku dan pergaulan mereka. Anda disarankan
agar selalu memperhatikan teman-temannya dan kegiatan apa yang biasa
dilakukannya di rumah. Selain itu, orangtua juga harus membangun
hubungan yang baik dan dekat dengan anak-anaknya. Tujuannya adalah agar
si anak tidak berani melakuakn hal-hal yang bisa membahayakan dirinya
atau orang lain.
- Mengatasi akar masalahnya
Terkadang
emosi anak berasal dari hal-hal yang terpendam. Misalnya,
ketidaknyamanannya berada di kelas, sering diejek oleh teman-temannya,
dan hal lainnya. Hal tersebut bisa saja membuat mereka jadi malas pergi
ke sekolah, mudah marah, dan berkata kasar. Untuk itu, sebagai orangtua
Anda disarankan agar mengenali dan memahami si anak. Selain itu, sabar
juga untuk menggali akar masalah yang membuat anak bertindak buruk.
Itulah
cara tepat mengatasi emosi remaja. Seorang anak tak mungkin bersikap
kasar atau marah berlebihan tanpa alasan. Untuk itu, sebagai orangtua
Anda harus selalu mengawasinya dan menjalin komunikasi yang baik ddengan
mereka agar bisa mengatasi emosinya.
Sumber : Internet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar